A. Penerapan Pancasila dari masa ke
masa
Kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh
seluruh bangsa Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudan banyak sekali mengalami
pasang surut. Bahkan, sejarah bangsa kita telah mencatat bahwa pernah ada upaya
untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
dengan ideologi lainnya. Meskipun upaya ini dapat digagalkan oleh Indonesia
tidak berarti bahwa ancaman terhadap Pancasila telah berakhir. Berikut upaya
yang dilakukan untuk menggantikan Pancasila :
1. Masa Orde
Lama
Pada
masa orde lama, kondisi politik dan keamanan diliputi oleh kekacauan dan
kondisi sosial-budaya berada dalam suasan peralihan dari masyarakat terjajah
menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk
penerapan Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Terdapat tiga periode
penerapan Pancasila yang berbeda, yaitu :
a. Periode
1945-1950
Pada
periode ini terjadi upaya-upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain. Berikut upaya-upaya pemberontakan yang
dilakukan :
1. Pemberontakan
Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September
1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan
negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Pemberontakan ini pada
akhirnya dapat digagalkan.
Muso,
pemipin pemberontakan PKI di Madiun
2. Pemberontakan
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarji Marijan Kartosuwiryo.
Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII)
oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949 dengan tujuan untuk mengganti
Pancasila sebagai Dasar Negara dengan syari’at islam. Pemberontak ini berhasil
ditangkap pada tanggal 4 Juli 1962.
b. Periode 1950 –
1959
Pada
periode ini dasar negara masih tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya
lebih diarahkan pada ideology liberalisme. Hal tersebut dapat dilihat dari
penerapan sila keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan
suara terbanyak (voting).
Pada periode ini,
munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin
melepaskan diri dari NKRI. Pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Namun
anggota Konstitusi hasil Pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang
diharapkan, yang menyebabkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan. Hal ini
menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 dan melalui Dekrit
Presiden, pemerintah membubarkan Konstitusi, UUD Sementara tahun 1950
dinyatakan tidak berlaku, dan kembali kepada UUD Tahun 1945. Kesimpulannya yang
ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan
menjadi ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.
c. Periode
1959 – 1966
Periode
ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi dimaknai bukan
berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memipin adalah nilai-nilai Pancasila
tetapi berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno. Terjadilah berbagai
penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya,
Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup serta
menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom), yang ternyata tidak
cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang
tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideology lain. Pada periode ini terjadi
pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit.
Tujuan pemberontakan ini adalah kembali mendirikan Negara soviet di Indonesia
serta mengganti Pancasila dengan Paham Komunis. Pemberontakan ini dapat
digagalkan. Semua pelakunya ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan
perbuatannya. Kesimpulannya yang ditarik dari penerapan Pancasila selama
periode ini adalah Nilai-nilai Pancasila yang memipin kekuasaan rakyat.
2. Masa Orde
Baru
Era
Demokrasi terpimpin dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan
keras saat 30 September 1965, tentang pemberontakan PKI (Partai Komunis
Indonesia) tersebut membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri,
yakni terselisihkannya partai tersebut dari arena perpolitikan Indonesia.
Begitu juga dengan Presiden Soekarno yang berkedudukan sebagai Pemimpin Besar Revolusi
dan Panglima Angkatan Perang Indonesia secara pasti sedikit demi sedikit
kekuasannya dikurangi bahkan digeserkan dari jabatan presiden pada tahun 1967,
sampai pada akhirnya ia tersingkir dari arena perpolitikan nasional.
Pada
tahun 1966 – 1968, saat Soekarno dipilih menjadi Presiden, pada saat itu
disebut Era Orde Baru menerapkan konsep Demokrasi Pancasila dengan visi
utamanya adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde
Baru memberikan secerah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan
dengan perubahan-perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa
demokrasi terpimpin dibawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis.
Soeharto dipercaya sebagai orang yang mampu menyelamatkan Indonesia dari
keterpurukan, karena berhasil membubarkan PKI dan menciptakan stabilitas
keamanan negeri ini dari pemberontakan PKI dalam waktu yang relative singkat.
Antara
orde baru dan orde lama sebenarnya sama saja (sama-sama otoriter). Dalam ored
baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di
Indonesia. Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga lainnya baik
yang supra struktur ( DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang infrastruktur
(LSM, Partai Politik, dan sebagainya). Selain itu Presiden Soeharto juga
mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti
Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi
ABRI.
3. Masa Orde
Reformasi
Pada
masa ini Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman
pemberontakan-pemberontakan, akan tetapi diharapkan pada kondisi kehidupan yang
diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan
berbicara, berorganisasi, berekspresi dan sebagainya. Kebebasan terdapat satu
sisi yang dapat memicu kreativitas masyarakat, tapi disisi lain juga dapat
mendatangkan dampak negative yang merugikan, antara lain memicunya terjadinya
pepecahan dan sebaginya. Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era ini
adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesame warga bangsa saat
ini.
Seolah-olah
wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih
mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat. Saat ini Bangsa
Indonesia juga dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan
mendasar, serta berpacunya pembangunan bangsa – bangsa. Dunia saat ini sedang
terus bergerak mencari tata hubungan baru baik dilapangan politik, ekonomi
maupun pertahanan keamanan. Walaupun bangsa-bangsa di dunia semakin menyadari
bahwa mereka saling membutuhkan dan saling tergantung satu sama lain, namun
persaingan antara kekuatan-kekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh masih
bercambuk.
Salah
satu cara untuk menanamkan pengaruh kepada negara lain adalah melalui
penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Kewaspadaan dan kesiapan harus selalu kita tingkatkan untuk menanggulangi
penyusupan ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila. Hal ini lebih penting
artinya, karena bangsa kira termasuk bangsa yang sedang berkembang. Masyarakat
yang kita cita-citakan belum terwujud secara nyata, belum mampu memberikan
kehidupan yang lebih baik sesuai cita-cita bersama. Keadaan ini sadar atau
tidak sadar, terbuka kemungkinan bagi bangsa kita untuk berpaling dari
Pancasila dan mencoba membangun masa depannya dengan diilhami oleh suatu
pandangan hidup atau dasar Negara.
B. Nilai-nilai
Pancasila sesuai dengan Perkembangan Zaman
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila
dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara
Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai
dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai
Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan,nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai
dasar Pancasila dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dengan kata
lain, nilai-nilai tersebut tetap dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan
bangsa dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi
yang bersifat terbuka.
1. Hakikat
Ideologi Terbuka
Sebagai suatu sistem pemikiran,
ideologi sangatlah wajar jika mengambil sumber atau berpandangan dari pandangan
dan falsafah hidup bangsa. Hal tersebut akan membuat ideologi tersebut
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan
bangsa. Artinya, ideologi tersebut bersifat terbuka dengan senantiasa mendorong
terjadinya perkembangan-perkembangan pemikiran baru tentang ideologi tersebut,
tanpa harus kehilangan jatidirinya. Kondisi ini akan berbeda sama sekali, jika
ideologi tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari luar bangsanya atau pemikiran perseorangan. Ideologi yang
seperti itu akan kaku dan cenderung bersifat dogmatis sempit. Dengan kata lain
ideologi tersebut bersifat tertutup. Di bawah ini tabel perbedaan Ideologi Terbuka
dengan Ideologi tertutup
Perbedaan
|
|
Ideologi Terbuka
|
Ideologi Tertutup
|
1. Sistem
Pemikiran terbuka
|
1. Sistem
pemikiran tertutup
|
2.
Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan
diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri
|
2.
Cenderung untuk memaksakan dan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar
masyarakat yang tidak sesuai dengan keyakinan dan pemikiran masyarkatnya.
|
3. Dasar
pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan
hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
|
3. Dasar
pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perseorangan atau
satu kelompok orang
|
4. Tidak
diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga
ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau anggota masyarakat
|
4. Pada
dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasa
negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh masyarakat
|
5. Tidak
hanya dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat setempat
|
5. Pada
hakikatnya ideologi tersebut hanya dibutuhkan oleh penguasa negara untuk
melangengkan kekuasaannya dan senderung memiliki nilai kebenaran hanya dari
sudut pandang penguasa saja
|
6. Isinya
tidak bersifat operasional. Ia baru bersifat operasional apabila sudah
dijabarkan ke dalam perangkat yang berupa konstitusi atau peraturan
perundang-undangan lainnya
|
6. isinya
terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang bersifat keras
yang wajib ditaati oleh seluruh warga masyarakat
|
7. senantiasa
berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran serta akselerasi
dari masyarakat dalam mewujudkan cita-citanya untuk hidup berbangsa dalam
mencapai harkat dan martabat manusia
|
7.
tertutup terhadap pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di masyarakat
|
Dari tabel di atas,
ideologi terbuka memang lebih unggul dibandingkan dengan ideologi tertutup. Hal
tersebut membuat ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan, melainkan
dibutuhkan oleh berbagai negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang menganut
sistem ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara
ideologis. Dalam arti, negara tersebut tidak mampu membendung desakan-desakan
yang muncul baik dari dalam maupun dari luar negaranya, yang pada akhirnya
membuat ideologi negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.
2. Kedudukan
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila berakar pada
pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat menjadi
ideologi yang terbuka. Sekalipun Pancasila bersifat terbuka, tidak berarti
bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau
meniadakan jati diri Pancasila sendiri. Keterbukaan Pancasila mengandung
pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis.
Nilai-nilai Pancasila tidak berubah,namun pelaksanaannya disesuaikan dengan
kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini
dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis,
antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan uraian di
atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai sebagai berikut:
a. Nilai Dasar, yaitu
hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan,
Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya
terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai
dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai
dasar tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Nilai instrumental,
yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
Misalnya program-program pembangunan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan
zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang, dan departemen-departemen sebagai
lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada aspek ini senantiasa dapat
dilakukan perubahan.
c. Nilai praksis,
yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata
dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa
berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi)
sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Inilah sebabnya bahwa
ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Suatu ideologi selain
memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita,
pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki
norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan
dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka
secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu:
a. Dimensi
Idealisme
Dimesi
Idealisme ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
Pancasila berdifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu pada hakikatnya
bersumber pada filsafat Pancasila, karena setiap ideology bersumber pada suatu
nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung
dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu mendorong
motivasi pndukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya.
b. Dimensi Normatif
Dimensi ini mengandung
pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila perlu
dijabarkan dalam suatu sistem norma,sebagaimana terkandung dalam norma-norma
keagamaan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib
hukum tertinggi dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok
kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, Pancasila agar mampu
dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, perlu memiliki
norma atau aturan hukum yang jelas.
c. Dimensi
Realitas
Dimensi ini mengandung
makna bahwa suatu ideologi harus mampu
mencerminkan realitas
kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila
memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau
mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena
itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara
nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara.
Berdasarkan dimensi
yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka ideologi Pancasila:
a. Tidak bersifat utopis,
yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan
sehari-hari secara nyata
b. Bukan merupakan
suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang
bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
c. Bukan merupakan
suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi
praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Pancasila dapat
dipastikan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan
tetapi, meskipun demikian keterbukaan Pancasila bukan berarti tanpa batas.
Keterbukan ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan:
a. Stabilitas nasional
yang dinamis
b. Larangan untuk
memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme,
leninisme dan komunisme
c. Mencegah
berkembanganya paham liberal
d. Larangan terhadap
pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat
e. Penciptaan norma yang barus harus melalui
konsensus
C. Perwujudan
Nilai-nilai Pancasila secara umum
1. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa. Perwujudan dalam sila yang pertama ini adalah bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
kepada orang lain.
2. Sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Perwujudan nilai Pancasila dalam Sila ini
adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban setiap manusia
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
3. Sila Persatuan
Indonesia. Perwujudan nilai Pancasila dalma Sila ini adalah sanggup dan rela
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan, mengembangkan
rasa cinta tanah air dan bangsa, dan memajukan pergaulan demi persatuan dan
kesatuan bangsa.
4. Sila
Kerakyatan yang Dimpimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Perwujudan nilai dalam Sila ini adalalh tidak
memaksakana kehendak pribadi kepada orang lain, musyawarah untuk mencapai
mufakat diliputi oleh semanggat kekeluargaan dan juga menghormati serta
menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Perwujudan nilai dalam sila ini
adalah mengembangkan perbuatan
luhur yang mencerminkan sikap kekeluargaan dankegotongroyongan, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta suka bekerja
keras.
SUMBER : http://vindriyanto.blogspot.co.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar