Rabu, 17 Februari 2016

Dinamika Perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandagan Hidup Bangsa



    A.   Penerapan Pancasila dari masa ke masa
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa telah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia. Akan tetapi, dalam perwujudan banyak sekali mengalami pasang surut. Bahkan, sejarah bangsa kita telah mencatat bahwa pernah ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi lainnya. Meskipun upaya ini dapat digagalkan oleh Indonesia tidak berarti bahwa ancaman terhadap Pancasila telah berakhir. Berikut upaya yang dilakukan untuk menggantikan Pancasila :

    1.       Masa Orde Lama
Pada masa orde lama, kondisi politik dan keamanan diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasan peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk penerapan Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Terdapat tiga periode penerapan Pancasila yang berbeda, yaitu :
a.       Periode 1945-1950
Pada periode ini terjadi upaya-upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Berikut upaya-upaya pemberontakan yang dilakukan :
1.       Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan negara Soviet Indonesia yang berideologi komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya dapat digagalkan. 
Muso, pemipin pemberontakan PKI di Madiun

2.       Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo pada tanggal 17 Agustus 1949 dengan tujuan untuk mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara dengan syari’at islam. Pemberontak ini berhasil ditangkap pada tanggal 4 Juli 1962.


b.      Periode 1950 – 1959
Pada periode ini dasar negara masih tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan pada ideology liberalisme. Hal tersebut dapat dilihat dari penerapan sila keempat yang tidak lagi berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting).
Pada periode ini, munculnya pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Namun anggota Konstitusi hasil Pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang diharapkan, yang menyebabkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan. Hal ini menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 dan melalui Dekrit Presiden, pemerintah membubarkan Konstitusi, UUD Sementara tahun 1950 dinyatakan tidak berlaku, dan kembali kepada UUD Tahun 1945. Kesimpulannya yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila diarahkan menjadi ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan.

c.       Periode 1959 – 1966
Periode ini dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasi dimaknai bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memipin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno. Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi. Akibatnya, Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup serta menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom), yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideology lain. Pada periode ini terjadi pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 yang dipimpin oleh D.N Aidit. Tujuan pemberontakan ini adalah kembali mendirikan Negara soviet di Indonesia serta mengganti Pancasila dengan Paham Komunis. Pemberontakan ini dapat digagalkan. Semua pelakunya ditangkap dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatannya. Kesimpulannya yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Nilai-nilai Pancasila yang memipin kekuasaan rakyat.

2.       Masa Orde Baru
Era Demokrasi terpimpin dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno mendapat tamparan keras saat 30 September 1965, tentang pemberontakan PKI (Partai Komunis Indonesia) tersebut membawa akibat yang teramat fatal bagi partai itu sendiri, yakni terselisihkannya partai tersebut dari arena perpolitikan Indonesia. Begitu juga dengan Presiden Soekarno yang berkedudukan sebagai Pemimpin Besar Revolusi dan Panglima Angkatan Perang Indonesia secara pasti sedikit demi sedikit kekuasannya dikurangi bahkan digeserkan dari jabatan presiden pada tahun 1967, sampai pada akhirnya ia tersingkir dari arena perpolitikan nasional.
Pada tahun 1966 – 1968, saat Soekarno dipilih menjadi Presiden, pada saat itu disebut Era Orde Baru menerapkan konsep Demokrasi Pancasila dengan visi utamanya adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Baru memberikan secerah harapan bagi rakyat Indonesia, terutama yang berkaitan dengan perubahan-perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa demokrasi terpimpin dibawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis. Soeharto dipercaya sebagai orang yang mampu menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan, karena berhasil membubarkan PKI dan menciptakan stabilitas keamanan negeri ini dari pemberontakan PKI dalam waktu yang relative singkat.
Antara orde baru dan orde lama sebenarnya sama saja (sama-sama otoriter). Dalam ored baru, kekuasaan Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga Kepresidenan merupakan pengontrol utama lembaga lainnya baik yang supra struktur ( DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA) maupun yang infrastruktur (LSM, Partai Politik, dan sebagainya). Selain itu Presiden Soeharto juga mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapapun seperti Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.

3.       Masa Orde Reformasi
Pada masa ini Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan, akan tetapi diharapkan pada kondisi kehidupan yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas. Kebebasan tersebut meliputi kebebasan berbicara, berorganisasi, berekspresi dan sebagainya. Kebebasan terdapat satu sisi yang dapat memicu kreativitas masyarakat, tapi disisi lain juga dapat mendatangkan dampak negative yang merugikan, antara lain memicunya terjadinya pepecahan dan sebaginya. Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era ini adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesame warga bangsa saat ini.
Seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat. Saat ini Bangsa Indonesia juga dihadapkan pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan mendasar, serta berpacunya pembangunan bangsa – bangsa. Dunia saat ini sedang terus bergerak mencari tata hubungan baru baik dilapangan politik, ekonomi maupun pertahanan keamanan. Walaupun bangsa-bangsa di dunia semakin menyadari bahwa mereka saling membutuhkan dan saling tergantung satu sama lain, namun persaingan antara kekuatan-kekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh masih bercambuk.
Salah satu cara untuk menanamkan pengaruh kepada negara lain adalah melalui penyusupan ideologi, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kewaspadaan dan kesiapan harus selalu kita tingkatkan untuk menanggulangi penyusupan ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila. Hal ini lebih penting artinya, karena bangsa kira termasuk bangsa yang sedang berkembang. Masyarakat yang kita cita-citakan belum terwujud secara nyata, belum mampu memberikan kehidupan yang lebih baik sesuai cita-cita bersama. Keadaan ini sadar atau tidak sadar, terbuka kemungkinan bagi bangsa kita untuk berpaling dari Pancasila dan mencoba membangun masa depannya dengan diilhami oleh suatu pandangan hidup atau dasar Negara.

B.      Nilai-nilai Pancasila sesuai dengan Perkembangan Zaman
Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan,nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai-nilai dasar Pancasila dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut tetap dapat diterapkan dalam berbagai kehidupan bangsa dari masa ke masa. Hal tersebut dikarenakan Pancasila merupakan ideologi yang bersifat terbuka.
1.       Hakikat Ideologi Terbuka
Sebagai suatu sistem pemikiran, ideologi sangatlah wajar jika mengambil sumber atau berpandangan dari pandangan dan falsafah hidup bangsa. Hal tersebut akan membuat ideologi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kecerdasan kehidupan bangsa. Artinya, ideologi tersebut bersifat terbuka dengan senantiasa mendorong terjadinya perkembangan-perkembangan pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa harus kehilangan jatidirinya. Kondisi ini akan berbeda sama sekali, jika ideologi tersebut berakar pada nilai-nilai yang berasal dari  luar bangsanya atau pemikiran perseorangan. Ideologi yang seperti itu akan kaku dan cenderung bersifat dogmatis sempit. Dengan kata lain ideologi tersebut bersifat tertutup. Di bawah ini tabel perbedaan Ideologi Terbuka dengan Ideologi tertutup
Perbedaan
Ideologi Terbuka
Ideologi Tertutup
1. Sistem Pemikiran terbuka
1. Sistem pemikiran tertutup
2. Nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat itu sendiri
2. Cenderung untuk memaksakan dan mengambil nilai-nilai ideologi dari luar masyarakat yang tidak sesuai dengan keyakinan dan pemikiran masyarkatnya.
3. Dasar pembentukan ideologi bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan kesepakatan dari masyarakat sendiri
3. Dasar pembentukannya adalah cita-cita atau keyakinan ideologis perseorangan atau satu kelompok orang
4. Tidak diciptakan oleh negara, melainkan oleh masyarakat itu sendiri sehingga ideologi tersebut adalah milik seluruh rakyat atau anggota masyarakat
4. Pada dasarnya ideologi tersebut diciptakan oleh negara, dalam hal ini penguasa negara yang mutlak harus diikuti oleh seluruh masyarakat
5. Tidak hanya dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh seluruh masyarakat setempat
5. Pada hakikatnya ideologi tersebut hanya dibutuhkan oleh penguasa negara untuk melangengkan kekuasaannya dan senderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja
6. Isinya tidak bersifat operasional. Ia baru bersifat operasional apabila sudah dijabarkan ke dalam perangkat yang berupa konstitusi atau peraturan perundang-undangan lainnya
6. isinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang bersifat keras yang wajib ditaati oleh seluruh warga masyarakat
7. senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran serta akselerasi dari masyarakat dalam mewujudkan cita-citanya untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat manusia
7. tertutup terhadap pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di masyarakat
Dari tabel di atas, ideologi terbuka memang lebih unggul dibandingkan dengan ideologi tertutup. Hal tersebut membuat ideologi terbuka tidak hanya sekedar dibenarkan, melainkan dibutuhkan oleh berbagai negara. Hampir dapat dipastikan, negara yang menganut sistem ideologi tertutup seperti negara komunis, mengalami kehancuran secara ideologis. Dalam arti, negara tersebut tidak mampu membendung desakan-desakan yang muncul baik dari dalam maupun dari luar negaranya, yang pada akhirnya membuat ideologi negara tersebut ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.

2.       Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi prasyarat menjadi ideologi yang terbuka. Sekalipun Pancasila bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan jati diri Pancasila sendiri. Keterbukaan Pancasila mengandung pengertian bahwa Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak berubah,namun pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang kita hadapi dalam setiap waktu. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, keterbukaan ideologi Pancasila mengandung nilai-nilai  sebagai berikut:
a. Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut bersifat universal, sehingga di dalamnya terkandung cita-cita, tujuan, serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ini bersifat tetap dan terlekat pada kelangsungan hidup negara. Nilai dasar tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Nilai instrumental, yaitu penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya program-program pembangunan yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat, undang-undang, dan departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana juga dapat berkembang. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan.
c. Nilai praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam realisasi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman dan aspirasi masyarakat. Inilah sebabnya bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang terbuka.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang jelas. Hal ini dikarenakan suatu ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi, yaitu:
a.       Dimensi Idealisme
Dimesi Idealisme ini menekankan bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila berdifat sistematis, rasional dan menyeluruh itu pada hakikatnya bersumber pada filsafat Pancasila, karena setiap ideology bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Dimensi idealisme yang terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu mendorong motivasi pndukungnya untuk berupaya mewujudkan cita-citanya.
b.      Dimensi Normatif
Dimensi ini mengandung pengertian bahwa nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma,sebagaimana terkandung dalam norma-norma keagamaan. Dalam pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan tertib hukum tertinggi dalam negara Republik Indonesia serta merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental). Dengan kata lain, Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam langkah-langkah yang bersifat operasional, perlu memiliki norma atau aturan hukum yang jelas.
c.       Dimensi Realitas
Dimensi ini mengandung makna bahwa suatu ideologi harus mampu
mencerminkan realitas kehidupan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain, Pancasila memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Oleh karena itu, Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakatnya secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan negara.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka ideologi Pancasila:
a. Tidak bersifat utopis, yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata
b. Bukan merupakan suatu doktrin belaka yang bersifat tertutup, melainkan suatu norma yang bersifat idealis, nyata dan reformatif yang mamapu melakukan perubahan.
c. Bukan merupakan suatu ideologi yang pragmatis, yang hanya menekankan pada segi praktis-praktis belaka tanpa adanya aspek idealisme.
Pancasila dapat dipastikan bukan merupakan ideologi tertutup, tetapi ideologi terbuka. Akan tetapi, meskipun demikian keterbukaan Pancasila bukan berarti tanpa batas. Keterbukan ideologi Pancasila harus selalu memperhatikan:
a. Stabilitas nasional yang dinamis
b. Larangan untuk memasukan pemikiran-pemikiran yang mengandung nilai-nilai ideologi marxisme, leninisme dan komunisme
c. Mencegah berkembanganya paham liberal
d. Larangan terhadap pandangan ekstrim yang menggelisahkan kehidupan masyarakat
e. Penciptaan norma yang barus harus melalui konsensus
C.      Perwujudan Nilai-nilai Pancasila secara umum
1.       Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Perwujudan dalam sila yang pertama ini adalah bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2.       Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Perwujudan nilai Pancasila dalam Sila ini adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
3.       Sila Persatuan Indonesia. Perwujudan nilai Pancasila dalma Sila ini adalah sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan, mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa, dan memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4.       Sila Kerakyatan yang Dimpimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Perwujudan nilai dalam Sila ini adalalh tidak memaksakana kehendak pribadi kepada orang lain, musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semanggat kekeluargaan dan juga menghormati serta menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
            Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Perwujudan nilai dalam sila ini                             adalah mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap kekeluargaan dan
  kegotongroyongan, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta suka bekerja
   keras.


SUMBER : http://vindriyanto.blogspot.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar